Agus Buntung: Sebuah Pelajaran Bahwa Kejahatan Tidak Pandang Fisik

Oleh : Rodifatun Anisa (Difa), mahasiswi PAI STIT Al-Ibrohimy

Di penghujung tahun ini, masyarakat digemparkan oleh berita tentang pelecehan seksual yang menimpa beberapa perempuan, termasuk mahasiswi dan anak di bawah umur. I Wayan Agus Suartama atau Agus Buntung, seorang pria penyandang disabilitas, menyita perhatian publik setelah dilaporkan atas dugaan tindak pidana asusila.

Modus yang digunakan Agus adalah memanfaatkan berbagai situasi untuk mendekati korban, sering kali dengan berpura-pura meminta bantuan atau menawarkan pekerjaan. Dalam banyak kasus, Agus menunjukkan manipulasi yang cermat, menciptakan situasi di mana korban merasa tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti kehendaknya. Kejadian ini berlangsung selama beberapa bulan, di mana Agus menggunakan ancaman verbal, intimidasi, atau bujuk rayu untuk melancarkan aksinya.

Para korban mengaku bahwa mereka mengalami trauma psikologis yang mendalam. Selain itu, mereka juga dihantui oleh rasa takut dan malu. Sayangnya, ketika melaporkan kasus ini, para korban awalnya sering kali dihakimi oleh masyarakat. Penilaian masyarakat cenderung menyudutkan para korban, seolah-olah mereka bersalah bahkan dianggap sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) rendahan. Hal ini terutama terjadi pada korban yang berasal dari lingkungan akademis, dengan anggapan bahwa mereka seharusnya mampu menghindari situasi tersebut.

Padahal jika kita lihat dari sudut pandang sosial, kasus kejahatan apapun termasuk kekerasan seksual tidak memandang kondisi fisik pelaku, seperti yang terjadi pada kasus Agus yang merupakan penyandang disabilitas. Saat ini, Agus sedang menghadapi proses hukum dengan tuntutan berat atas tindak pelecehannya.

Kasus ini menjadi pengingat bagi kita akan pentingnya perlindungan hukum dan dukungan bagi korban pelecehan seksual. Serta meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mencegah dan melawan kekerasan seksual di berbagai lapisan masyarakat.

Posting Komentar

0 Komentar