Fenomena Pernikahan Dini dan Perjodohan Masyarakat Madura di Era Gen Z

 

Oleh : Uswatun Hasanah, Mahasiswi FIP Universitas Trunojoyo Madura

Mari kita refleksikan salah satu fenomena yang terjadi dalam masyarakat Madura, mengkorelasikan antara fakta yang terjadi dilapangan dan kesesuaiannya dengan kesetaraan gender yang digaungkan serta hak hak asasi manusia yang perlu diperjuangkan.

Pernikahan merupakan sebuah proses yang sakral, untuk memantabkan diri menuju jenjang tersebut individu membutuhkan kesiapan dari berbagai aspek, diantaranya aspek religius, psikis, ekonomi, kesehatan dan aspek lainnya. Urusan pernikahan bukan urusan sehari dua hari, karena salah langkah sedikit bisa disesali seumur hidup. Nihilnya, sebagian masyarakat Madura memiliki perspektif bahwa pernikahan dini perlu dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran orang tua terhadap perilaku anak.  Dengan demikian masyarakat madura berbondong bondong menjodohkan anak anaknya bahkan sejak mereka duduk dibangku SMP dan SMA. Alih alih mempersiapkan pendidikan bagi masa depan mereka, justru mereka menjadikan anak sebagai perpanjangan dan investasi dari diri mereka. Pola pikir bahwa anak harus mengikuti semua keinginan orang tua bahkan terhadap cita cita yang akan ia jalani sendiri adalah sebuah keharusan yang mutlak. Jika tidak, maka anak akan di cap sebagai anak durhaka.

Padahal sebenarnya peran orang tua bukan hanya menjadi figur yang baik bagi anak tetapi juga mendukung dan memberikan dorongan terhadap apa yang menjadi pilihan anak. Anak memiliki hak untuk menentukan arah hidupnya asalkan masih berada dalam koridor yang positif.

Generasi Z menjadi generasi yang di gaung gaungkan akan bisa mengubah perspektif tersebut. Akan tetapi faktanya sampai saat ini fenomena pernikahan dini dan perjodohan di Madura masih belum menemukan titik terang. Sebutan "perawan tua/ sangkal" bagi perempuan yang tidak segera menikah di usia 20-an menjadi sebuah kekuatan untuk membujuk rayu anak-anaknya.

Saya sempat ditawari perjodohan sejak smp, pas mau lulus dari smp ditawari lagi, setelah mau lulus dari sma ditawari lagi, padahal saya berharap di tanya mau lanjut sekolah kemana ketimbang  ditawarin nikah "ucap  Uswatun Hasanah mahasiswa FKIP UTM"

dari seluruh fakta yang ada, sebagai generasi penerus hendaknya bisa memutus mata rantai yang membelenggu impian impian besar muda mudi melalui

  1. pembuktian nyata bahwa diri ini bisa mewujudkan impian dengan komitmen yang tinggi
  2. Memberikan edukasi pentingnya pendidikan bagi seorang anak
  3. Memberikan sosialisasi bahaya pernikahan dini,
  4. dan memberikan wadah konsultasi terhadap fenomena-fenomena tersebut.

Mari jadi pemuda pemudi berdampak dan peduli terhadap sekitar, jangan menutup mata terhadap perjuangan R. A Kartini dulu.. Munculkan Kartini kartini muda dalam diri kalian.

 

Posting Komentar

0 Komentar